Sabtu, 30 Maret 2013

Pesta akting di film dengan sentuhan puitis tapi tidak sentimentil

Joaquin Phoenix. Philip Seymor Hoffman. Amy Adams. 

*kok komennya cuma itu?

Ya karena film ini berkembang menjadi ajang adu akting yang matang dari mereka.sungguh-sungguh matang. Sayang sekali film ini tidak seberuntung the Fighter (2010), yang memadukan dengan sukses 4 aktor-aktrisnya dan akhirnya memangkan Oscar. 

Sekali lagi, kembali naskah film ini membebaskan ruang gerak ketiga tokoh utama diatas dalam banyak setting, dan semuanya berhasil. Kisah tahun 1950-an mengenai seorang yang disebut Master (Hoffman) yang menyebarkan semacam ajaran untuk motivasi , yang cenderung mengarah ke hipnosis, harus mendapatkan tantangan untuk menyembuhkan kondisi seorang yang emosinya tidak stabil, yang diperankan oleh Phoenix tentunya.

Keinginan untuk membicarakan lagi kualitas akting sepertinya harus ditahan , karena bisa-bisa jadi sangat panjang. Namun, film ini adalah sebuah perjalanan, sebuah usaha, sebuah kebohongan, sebuah tekanan batin dan psikologi. Dicampur , divisualisasikan melalui... *once again* seluruh energi aktor-aktrisnya. Jadi seperti tahun 2010 saya keluar dari bioskop dengan rasa puas menonton kualitas akting di film the Fighter, tahun ini saya mengalami hal serupa. Memang, cerita film ini masih kalah dengan kontender film-film terbaik di Oscar 2013, tapi cukuplah untuk Phoenix memerankan seorang yang emosional, Hoffman yang karismatik dan terlihat wise, dan Adams dengan matanya yang selalu tegas itu.

The Master (2012) :7,7/10 : it's about acting. dan cukup sudah. sayang tahun ini diganjal oleh Daniel Day lewis memerankan Lincoln dengan sempurna, dan Christoph Walz memerankan karakter yang unik dan sangat berhasil. Jika tidak ada mereka, mungkin Oscar 2013 akan seperti The Fighter di Oscar 2011. 

Senin, 18 Maret 2013

Disney! It's Oz!!! Mengapa hanya setengah hati?


Sam raimi sedang uji coba? entah benar atau tidak, tapi itulah yang saya rasakan saat menonton karya terakhirnya ini. Mencoba memadukan konsistensi gaya dari beberapa besutannya sebelumnya, ditambah dengan paduan warna dan pendekatan (boleh dikatakan sedikit pendekatan) ala Tim Burton yang jago (atau hobi) membuat karya semi gothic-artistic, membuat film ini seakan mencari jati dirinya.

Ditambah lagi dengan beban legenda Oz sang Wizard, namun sayang sekali tidak didukung oleh script yang memukau dan mungkin bagi saya beberapa karakter salah casting, menjadi film ini semakin aneh saja. Dan, kemunculan Tony Cox semakin membuat saya menepuk jidad berkali-kali , karena begitu dia muncul saya selalu teringat film komedi yang memparodikan film-film box office, seperti Disaster Movie,Epic Movie dllnya.

The best ? hmmm... pengaturan sinematografinya tetap jempolan, arahan plotnya lumayan bagi yang dekat dengan storytelling ala kisah imajinasi, walaupun beberapa shot seharusnya bisa dibuang karena tidak terlalu signifikan untuk ceritanya, tapi sepertinya hanya dipakai untuk mempercantik 3D effect-nya. James Franco is average, not good but not bad at all.

Kalaupun ada kelanjutannya, tentang The Wizard of Oz, mungkin perlu banyak perkembangan disana sini, karena dengan arah film-film fiksi dan fantasy serta legenda yang menuju arah yang berbeda akhir-akhir ini, model film ini harus berjuang keras untuk tetap bisa eksis di kelanjutannya.Ini adalah salah satu kisah legendaris, jadi sayang jika Disney menuangkan karya sinemanya dengan setengah-setengah. Film ini malah menjadi bukti kembali, bahwa film fantasi sebelum summer kemungkinan besar banyak cacatnya.

Oz The Great and Powerful (6,8/10): What happened to Sam Raimi? Film ini masih cukup jauh dari rata-rata film fantasy jaman sekarang. Sayang banget kisah ini harus tetap tinggal di buku cerita.


Sabtu, 16 Maret 2013

Oh my ... makan tuh cult movie! :)

Gara-gara tahun kemarin nonton Ted, saya penasaran nonton film yang dibicarakan dan menjadi inspirasi karater utamanya. Apalagi kalau bukan "Flash Gordon". Kenapa penasaran? Salah satunya ingin tahu mengapa film ini seakan menjadi cult movie bagi mereka.

Dan terjadilah satu setengah jam menonton film dengan gelak tawa dan senyum cengar cengir, karena .. like other cult movies, film ini benar-benar mengingatkan penontonnya bahwa semakin ngga jelas filmnya, semakin baguslah film itu.Hahahaha. Kidding. Maksud saya, film ini hanya menjual aksi, soundtrack Queen, dan ketampanan dan kecantikan karakternya. Kisahnya? Ngga usah ditanya. Serunya? Jaman sekarang sudah ngga seru lagi. Alurnya? kadang ngga penting. The best part? Ming! Hanya dia yang bermain bagus menyelamatkan kisah hero yang pada jaman sekarang sudah menjadi sampah saja. Ngga peduli RT memberi rating bagus, tapi maaf, bagi saya dengan film star wars yang muncul 3 tahun sebelum film ini dirilis saja, Flash ngga bisa disamakan!

Mungkin itu saja, ngga banyak yang bisa dikomen dari film ini, lha nontonnya juga karena penasaran dan iseng :)

Flash Gordon (1980): 5,3/10 : film ini memang ngga pakai logika dan alur , tapi sepertinya memang ngga penting bagi penulis naskahnya. mungkin star wars perlu balance of the force, yang satu keren , yang satu.. umm.. mencoba keren :)